Malam Paska 2024: Kisah Dinamika dan Bima Palma

0 153

Di pedalaman Kutai Timur di Bengalon, hutan sawit ribuan hektar menghampar menutupi hampir seluruh wilayah. Selain milik warga, juga sebagian besarnya milik beberapa perusahaan. Kebutuhan akan tenaga kerja di kebun sawit tak terelakkan. Maka dicarilah para pekerja dari mana-mana. Termasuk dari NTT. Kebanyakan dari Flores. Jadilah di kebun sawit perusahaan ada begitu banyak pekerja dari Flores dan itu berarti beragama Katolik. Terbentuklah komunitas basis di ladang sawit.

Dua ladang sawit dari antara sekian banyak ladang sawit adalah Dinamika dan Bima Palma. Kedua nama itu adalah nama perusahaan. Para pekerjanya mayoritas berasal dari Flores. Maka tempat tinggal mereka yang diistilahkan Afdeling menjadi sekaligus KUB atau lingkungan atau bahkan stasi jika umatnya banyak. Dalam satu ladang sawit bisa terdapat beberapa Afdeling. Misalnya Dinamika, terdapat 5 Afdeling. Sedangkan Bima Palma ada 6 Afdeling. Setiap Afdeling menjadi KUB atau lingkungan. Bisa juga gabungan 2 atau tiga Afdeling yang berdekatan membentuk satu stasi. Bisa juga seluruh Afdeling di situ membentuk satu stasi. Setiap stasi ada gedung gerejanya. Perusahaan menyiapkan fasilitas rumah ibadat berupa gereja atau mesjid. Setiap hari minggu mereka beristirahat agar bisa ke gereja. Itupun hanya ibadat sabda karena tenaga pastor terbatas, ssdangkan medan pelayanan begitu luas, berjauhan dengan kondisi jalan yang kurang baik.

Pada hari raya seperti Natal dan Paska, pastor paroki mengundang para imam dari tempat lain untuk membantu. Maka mereka juga bisa merayakan hari raya dengan kehadiran para imam. Ini sebuah sukacita luar biasa. Perusahaan juga berkoordinasi dengan pihak paroki agar selalu ada pelayanan rohani bagi para pekerjanya. Fasilitas sekolah dan klinik juga disediakan untuk anak-anak dan semua yang sakit. Bila perlu rujuk ke rumah sakit, mobil ambulans siap mengantar. Anak-anak yang sekolah di luar ladang diantar dengan kendaraan yang disiapkan perusahaan.

Malam paska saya rayakan bersama umat di Dinamika dan Bima Palma. Menurut informasi, ownernya orang Katolik. Perayaan di Dinamika menurut jadwal adalah pukul 17.00, dan di Bima Palma pukul 20.30. Tetapi karena jalan masuk ke lokasi gereja dalam kebun sawitnya jauh dan tidak beraspal maka sedikit terlambat misa. Meski demikian umat dengan setia menunggu hingga pastor tiba.

Misa di Dinamika berlangsung meriah. Petugas liturginya lengkap dan terlatih, baik misdinar, koor, penyanyi pujian paska maupun lektor dan pemazmur. Kami merasa seperti misa di kampung halaman sendiri. Di tempat ini mayoritas pekerja berasal dari Ende dan Ngada-Nagekeo. Sehabis misa kami makan bersama. Tapi karena waktunya terbatas kami tidak bisa berbincang lebih lama. Mobil penjemput dari Bima Palma sudah menunggu. Maka saya pamitan dan segera berangkat ke Bima Palma. Dinamika ke Bima Palma ditempuh dalam waktu 1 jam lebih karena harus berputar keluar ke jalan umum. Lalu masuk lagi ke kebun sawit yang jaraknya juga lumayan jauh dengan kondisi jalan tanpa aspal. Umat di Bima Palma telah menunggu. Pukul 21.30 barulah kami mulai misa. Di tempat ini mayoritas orang Manggarai. Koor menyanyikan lagu ordinarium dalam bahasa Manggarai. Langsung ingat kampung halaman. Petugas liturgi kurang lengkap di tempat ini. Tak ada misdinar. Tak ada penyanyi pujian paska, maka saya nyanyikan saja dari teks liturgi yang tanpa not. Dalam kondisi ini, pastor harus siap mengatasi persoalan. Mazmur juga ternyata siap satu saja yaitu untuk bacaan pertama dari Kejadian. Bacaan dari Keluaran dan Yesaya tidak dinyanyikan mazmurnya karena tidak siap. Dia juga tidak bisa daraskan saja, maka saya juga selamatkan situasi dengan membaca mazmur. Penyanyi alleluya berlatih dengan baik dan menyanyikannya. Hanya tidak ada kenaikan satu tangga nada dari tiga kali nyanyi. Meski demikian, semua bersukacita bisa merayakan misa Malam Paska.

Sesudah misa kami makan bersama sambil bincang-bincang. Sebagian besar umat sudah kembali ke rumah karena sudah larut malam. Pak Ari Setiawan, dari Manajemen Perusahaan bagian Humas yang ikut misa, hadir pula dalam acara makan bersama dan minum kopi. Dalam ngobrol itu baru saya tahu bahwa Pak Ari ternyata salah satu tokoh di balik pertumbuhan koperasi kredit atau CU di Kalimantan dan NTT. Pintu Air, Swasti Sari, Serviam, Adiguna dll di masa awal berdirinya tidak lepas dari kehadiran dan peran Pak Ari. Beliau kenal semua GM koperasi tersebut selain karena bersama mendampingi, juga karena beliaulah yang menjadi penilai kelayakan seseorang menjadi manajer. 10 tahun berkarya di Puskud Nasional, beliau kemudian pindah ke perusahaan sawit dan kini malang melintang di perusahaan sawit Kalimantan Timur seraya menghidupkan koperasi di kalangan para pekerja dan masyarakat. Hasilnya berdirilah koperasi pekerja sawit di Wahau dengan aset 73 M.

Misa di dua tempat ini memang melelahkan, tetapi membawa pula sukacita. Melihat semangat mereka dalam merayakan misa, ada terasa sukacita iman. Di tengah rimba sawit, lagu-lagu paska berkumandang. Tuhan Yesus juga bangkit di sini bersama umat-Nya yang merindukan ekaristi suci. Umat di kedua stasi inipun ikut bangkit bersama Kristus dalam hal semangat menggereja dan semangat memberikan kesaksian iman kristiani dalam kehidupaan setiap hari. Selamat Paska! Selamat bangkit! Salam dari pelosok Bengalon. Tuhan memberkati.

Comments
Loading...

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More