PASKAH: MOMEN PENCIPTAAN BARU
Vigili Paskah (Sabtu Alleluia)
Sdr….Saya memberi tema untuk renungan pada malam ini: “Paskah: Momen Penciptaan Baru”. Tema ini dapat dijelaskan menurut alur pikir dan alur tutur para penulis Kitab Suci sebagaimana kita dengar di dalam bacaan-bacaan suci hari ini (yang secara lengkap, mestinya terdiri dari 9 bacaan: 7 dari Perjanjian Lama, dan 2 dari Perjanjian Baru).
Menarik, bahwa keseluruhan bacaan yang diwartakan pada perayaan Malam Paskah ini dimulai dengan Kisah Penciptaan Langit dan Bumi yang dituangkan dalam Kej 1:1 – 2:4a, yang berasal dari Tradisi Para Imam, dan diakhiri dengan kesaksian para murid tentang Kebangkitan Kristus dari alam maut. Dengan demikian, mestinya ada hubungan antara kisah tentang Penciptaan dan kisah tentang Kebangkitan itu sendiri .
Adapun konteks dari kisah Penciptaan ini ialah situasi pembuangan bangsa Yehuda di Babel (sekitar th. 587-537sM). Pada waktu itu, umat Israel terbuang setelah kota Yerusalem diserbu dan ditundukkan oleh tentara Babel. Dan pengalaman pembuangan ini tidak hanya menyentuh kenyataan fisik bangsa Yehuda, melainkan seluruh sudut kehidupannya. Dari sudut politik, kerajaan Yehuda runtuh oleh karena raja dan para pemuka pemerintahan di Yerusalem ditangkap dan dibuang sebagai tawanan bersama seluruh masyarakat ke Babel. Raja dirantai dan bahkan dicungkil kedua biji matanya. Pengalaman ini sungguh menghancurkan harkat, martabat, dan harga diri bangsa Yehuda. Sejalan dengan itu, kejayaan kerajaan Daud yang masih dibanggakan karena kemegahan Yerusalem, jatuh di mata bangsa-bangsa kafir. Bersamaan dengan itu pula, dari sudut pandang iman Israel, Bait Allah yang dibangun Salomo dan menjadi lambang supremasi Israel juga runtuh. Ketika pasukan tentara Babel menyerang Yerusalem, bangunan suci itu dibakar dan isinya dijarah lalu dibawa ke Babilonia. Seluruh pengalaman sulit ini merupakan setumpuk beban yang harus dipikul oleh umat Israel. Itulah yang terdengar melalui nyanyian-nyanyian kenangan terhadap Yerusalem karena Bait Allah yang telah hancur di dalam Mzm 137, dan yang terdengar kembali di zaman sekarang dalam lagu Negro spiritual dengan judul By The Rivers of Babilon (Di Tepian Sungai Babilon).
Kondisi seperti ini, menimbulkan ancaman baru, oleh karena di samping keterpurukan kehidupan umat yang multi aspek ini, umat mengalami tawaran kepercayaan dari bangsa-bangsa kafir di dunia Timur Tengah kuno. Dan de facto, tidak sedikit umat Israel yang tergiur dan terpengaruh dengan aneka tawaran itu.
Sdr…Dengan ini, kita dapat membayangkan, bagaimana keadaan bangsa Yehuda zaman itu, yang tentu saja dilanda perasaan kecewa dan putus-asa. Tanah tempat berpijak seakan tidak cukup kokoh menopang kenyataan hidup mereka; sementara itu, tali tempat bergantung seakan telah putus, ibarat layang-layang yang putus benangnya. Dan justru dalam situasi dan konteks pembuangan kedua inilah (ingat: pembuangan pertama di Mesir), para Imam menyusun kisah Penciptaan Langit dan Bumi, dengan tujuan untuk menyegarkan dan menguatkan iman umat kepada Yahweh, Allah Israel. Dengan demikian, bertolak dari konteks ini, hendaknya kita memahami bahwa Kisah Penciptaan Langit dan Bumi sebagaimana terdapat di dalam kitab Kejadian bab 1, kiranya bukan saja menunjuk pada “peristiwa awal-mula” dunia, melainkan juga menunjuk pada penciptaan baru, khususnya penciptaan manusia-manusia baru. Dan jika ada ciptaan baru, teristimewa manusia-manusia baru yang diciptakan kembali menurut citra Allah, diandaikan pula bahwa mestinya ada manusia-manusia lama yang hidupnya tidak sesuai dengan citra Allah. Dalam hal ini, kiranya tidak terlampau sulit mengidentifikasi siapa sesungguhnya manusia-manusia lama itu: mereka itu tidak lain dari segelintir bangsa Yehuda, umat Israel, yang dalam konteks ini merupakan wakil dari seluruh umat manusia yang tidak setia kepada Allah Perjanjian; yang sering membangkang dan melawan Allah; yang sering menaruh curiga kepada Allah dan cenderung mengandalkan daya serta kekuatan sendiri; yang sering angkuh dan lupa diri; yang sering mengkhianati perjanjian dengan Allah karena lebih condong kepada
berhala-berhala; yang ingin membangun jaminan serta kepastian hidup di atas hal-ikhwal dunia di luar Allah. Manusia-manusia lama seperti inilah yang sering mengalami pembuangan demi pembuangan (baik di Mesir dan di Babilon, maupun di tanah pengasingan manapun), akibat dosa kesombongan, kecurigaan, ketidaktaatan serta ketidaksetiaan kepada Allah Perjanjian.
Akan tetapi,….Justru di tengah-tengah penyelewengan dan ketidaksetiaan manusia-manusia lama seperti inilah, Allah tetap menunjukkan Jati Diri sekaligus HakekatNya sebagai hesed dan emeth, Kasih dan Kesetiaan yang tetap, yang tak pernah lekang dan pudar, apalagi sirna oleh ruang, waktu, dan kondisi apapun. Bertolak dari Kasih dan Kesetiaan yang tetap inilah, Allah senantiasa mencipta dan terus mencipta manusia-manusia baru, yang diharapkan mampu memantulkan kembali secara jelas citra, gambar dan rupaNya yang asli di tengah-tengah dunia yang masih terus diliputi bayang-bayang kegelapan, khaos, ketakteraturan, serta kekosongan ini. Dan fakta berbicara, bahwa seluruh ikhtiar Allah ini baru menjadi kenyataan, sekaligus mencapai titik puncaknya, tatkala Hikmat, Pikiran, Kebijaksanaan atau Firman, yang denganNya Allah menciptakan segala sesuatu, menjadi Manusia dan tinggal di antara kita. Dialah Yesus, Hamba Yahweh, dan sekaligus contoh Manusia Benar dan Sempurna, yang telah menunjukkan kasih, kesetiaan, dan ketaatanNya yang total kepada Allah BapaNya, yang dibuktikan sekaligus dimahkotaiNya dengan wafatNya di salib. Dengan demikian, derita dan kematian Yesus di salib, memang bukan terutama disebabkan oleh dosa kedurhakaan manusia, melainkan lebih sebagai konsekuensi logis dari komitmenNya yang teguh akan kasih dan kesetiaanNya yang total kepada BapaNya. Dan justru karena itu, Allah tidak mungkin membiarkan Dia tetap berada dalam kegelapan maut, melainkan membangkitkan Dia dari kematian, untuk selanjutnya menganugerahkan kehidupan kekal, pertama-tama kepada Dia sebagai yang sulung, yang pertama-tama bangkit di antara orang-orang mati, dan selanjutnya kepada semua mereka, yang bukan saja percaya kepadaNya, tetapi yang sekaligus juga menghayati cara hidupNya [Yesus] sebagai contoh Manusia Benar, yang setia dan taat secara total kepada Allah. Karena itu, menurut inti iman Kristologi kita, sebagaimana juga telah disinyalir oleh penginjil Markus dalam bacaan Injil tadi, kebangkitan Kristus memang membawa transformasi ganda: pertama-tama, transformasi secara obyektif, yang dialami oleh Yesus sendiri yang bangkit, yang memang mengalami perubahan wujud, dari yang jasmani kepada yang Rohani (dan karena itu juga tidak mudah dikenal secara langsung, bahkan oleh para muridNya sendiri yang setiap hari bergaul terus denganNya); dan yang kedua, transformasi subyektif dalam diri para murid, yang memang sungguh mengalami perubahan sesudah kebangkitan Kristus, sang Guru, dari sekedar sebagai “murid”, menjadi orang-orang percaya sekaligus saksi-saksi Kristus yang berani (ingat Petrus, yang sebelumnya dikenal sebagai seorang pengecut, bahkan di hadapan seorang wanita pada saat pengadilan sang Guru, . dan Petrus yang berubah menjadi orang percaya dan saksi yang berani mati sesudah kebangkitan Kristus).
Sdr….Kiranya inilah makna Paskah, kebangkitan Kristus, bagi kita sekalian. Bahwasanya, Paskah, merupakan sebuah momen penciptaan baru, di mana melalui Yesus Kristus, Sang Firman yang menjadi Manusia (yang denganNya segala sesuatu diciptakan), Allah telah membaharui seluruh ciptaan, khususnya manusia yang adalah gambar diri Allah sendiri, justru karena kesetiaan dan ketaatan total Yesus kepada Allah BapaNya. Dan syukur kepada Allah, karena berkat rahmat pembaptisan, melaluinya kita telah mati bersama Kristus untuk selanjutnya bangkit kembali bersama Dia pula, kita telah diciptakan kembali sebagai manusia-manusia baru, yang semakin menyadari bahwa jati diri manusia sebagai gambar Allah yang sesungguhnya direalisasikan secara penuh, justru dalam ketaatan total kepada kehendak Allah yang memerdekakan, dan bukan sebaliknya, dalam realisasi kebebasan semau gue, yang malah memperbudak manusia sebagai tawanan dosa dan maut. Demikian pula, dengan kebangkitan Kristus, kita pun boleh mengalami transformasi (perubahan) dan bukan sekedar reformasi (pembaharuan), dari sekedar sebagai murid-murid sang Guru, menjadi orang-orang percaya dan saksi-saksi Kristus yang berani dan setia hingga akhir. Dan lebih dari itu, sebagaimana Kristus yang telah mengalami transformasi (perubahan) wujud setelah kebangkitanNya, kita pun boleh berharap, bahwa sekali kelak, yakni pada akhir zaman, yang secara subyektif terjadi pada saat ajal kita masing-masing, kita pun akan mengalami transformasi yang sama, yakni perubahan dari sekedar wujud jasmani dan fisik belaka menjadi wujud rohani dan ilahi, boleh menikmati sukacita dan kemuliaan surgawi bersama Dia yang telah bangkit mulia, asalkan kita tetap percaya kepadaNya, taat dan setia kepada kehendak Allah. Mudah-mudahan….Amin!!!