Mahasiswa/i Filsafat Unwira dan ISFIT Gelar Sosialisasi Hukum Perkawinan di Kapela St. Yoseph Pekerja Palaban
Mahasiswa/i Fakultas Filsafat Unwira Kupang dan ISFIT Dili melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dengan tema “Sosialisasi Pemahaman Hukum Perkawinan” bagi umat Kapela St. Yoseph Pekerja Palaban, Oecusse pada hari Selasa, 19 November 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai pentingnya memahami hukum perkawinan dalam Gereja Katolik sebagai fondasi kehidupan berkeluarga yang harmonis. Peserta kegiatan ini adalah keluarga-keluarga yang berada di wilayah tersebut.
Pembicara pertama, Romo Yohanes Subani, menjelaskan tentang perkawinan menurut Kitab Hukum Kanonik. Ia menekankan bahwa perkawinan dalam Gereja Katolik memiliki sifat hakiki, yaitu monogami (hanya dilakukan oleh satu pria dan satu wanita) dan Indissolubilitas (tidak dapat diputuskan kecuali oleh kematian). Sifat hakiki ini menjadikan perkawinan sebagai sebuah ikatan suci dan tak terpisahkan. Selain itu, ia menegaskan bahwa perkawinan bukan sekadar kontrak, melainkan sebuah sakramen yang melibatkan janji kepada Allah untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain sepanjang hidup.
Pembicara kedua, Romo Okto Naif, mengajak peserta untuk memahami makna keluarga sebagai rumah Tuhan Yesus, sebuah rumah yang kudus. Ia menjelaskan bahwa pasangan suami istri yang disatukan dalam sakramen perkawinan dipanggil untuk hidup dalam kesucian. Setelah menerima berkat sakramen, keluarga menjadi “kapela kecil” di mana doa bersama menjadi pusat kehidupan sehari-hari. Romo Okto juga mengingatkan bahwa orang tua memiliki peran penting sebagai sekolah pertama bagi anak-anak mereka dalam mengajarkan iman Katolik, nilai-nilai kebaikan, etos kerja, dan pandangan masa depan.
Setelah sesi materi selesai, peserta dibagi menjadi lima kelompok diskusi untuk memperdalam pemahaman mereka. Diskusi ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga berfokus pada realitas kehidupan keluarga di Stasi Palaban, yang kerap kali menghadapi berbagai masalah hingga banyak yang berujung pada perceraian. Peserta diajak untuk merenungkan bagaimana prinsip-prinsip seperti monogami dan Indissolubilitas dapat diterapkan dalam menghadapi konflik rumah tangga. Selain itu, mereka mendiskusikan pentingnya komunikasi, doa bersama, dan nilai-nilai keluarga sebagai cara menjaga kesucian perkawinan.
Dalam diskusi, peserta saling berbagi pengalaman dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan berkeluarga. Mereka sepakat bahwa banyak konflik muncul akibat kurangnya pemahaman tentang arti sakramen perkawinan serta lemahnya komunikasi antara pasangan. Melalui refleksi bersama, para peserta menyadari pentingnya menjadikan keluarga sebagai kapela kecil di mana iman, kebaikan, dan kerja keras diajarkan. Diskusi ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi mereka untuk memperbaiki hubungan keluarga dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Sesi diskusi ini memberikan ruang refleksi yang mendalam bagi para keluarga di Stasi Palaban, sekaligus memperkuat semangat mereka untuk memperbaiki dan menjaga kesatuan keluarga sebagai kapela kecil di tengah komunitas.
Kegiatan ini ditutup dengan sesi tanya jawab, di mana peserta yang masih memiliki kebingungan mendapatkan penjelasan langsung dari para pembicara. Kegiatan ini mendapat antusiasme tinggi dari peserta, yang tidak hanya mendapatkan pengetahuan baru, tetapi juga kesempatan untuk merefleksikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan perkawinan mereka. Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memperkuat fondasi keluarga di Stasi Palaban sebagai komunitas yang harmonis dan penuh iman. Sebagai penutup, peserta diajak untuk merenungkan makna sejati dari perkawinan dalam kehidupan mereka, karena “Membangun keluarga yang kuat dimulai dari pemahaman yang dalam akan makna perkawinan, di mana setiap doa, cinta, dan komitmen menjadi landasan untuk menghadapi tantangan bersama.” (Patris Bulu Manu)