Kolaborasi Fakultas Filsafat dan Ikatan Alumni Fakultas Filsafat Dalam Membedah Buku

Fakultas Filsafat meluncurkan dua buku Gereja Berkomunio dan Gereja Selaras Zaman dan dibedah bersama di Aula terbuka St. Maria Unwira Kupang pada Rabu (02 Februari 2022), oleh Dr. Dominggus Elcid Li (Direktur Eksetutif IRGSC), Yohanes Paulus Bataona, S.Fil, M.Pd (Warek Universitas San Pedro sekaligus Ketua Ikatan Alumni FF) dan RD. Giovanni A. L. Arun, S.Fil (Imam Diosesan Keuskupan Agung Kupang). kegiatan bedah buku ini dimoderasi oleh RD. Antonius Kapitan, S.Fil (Mahasiswa Pascasarjana STF Driyakara Jakarta).
Kegiatan bedah buku dibuka dengan sambutan dari RD. Yonas Kamlasi, S.Fil. dalam sambutannya Rm Yonas mengajak para alumni untuk kembali membangun Almamater sebab banyak hal yang telah almamater berikan kepada para alumni. Lebih lanjut Rm Yonas juga meminta agar semua yang hadir dalam bedah buku ini baik yang langsung di Aula maupun melalui live streaming dan zoom. “Mari kita sebarkan informasi positif demi kebaikan bangsa dan gereja” tandas Romo Yonas.

Selanjutnya sambutan dari Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang P. Philpus Tulle, SVD via zoom. Sebagai rektor, ia sangat mengapresiasi penerbitan buku ini. Ia sungguh kagum dengan para akademisi yang luar biasa dari Alumni Fakultas Filsafat yang telah mempersembahkan hasil kreativitas intelektualnya dan patut diapresiasi. P. Philip Tulle juga menyampaikan bahwa adanya usaha yang luar biasa untuk mendaratkan isi ajaran Konsili Vatikan II secara ringkas.
“Saya terkesan dengan judul buku. Sebagai komunio umat Allah yang terdiri dari pemimpin dan umat Allah harus ada kesadaran berkomunio. Komunio ada tiga yang pertama komunio vertikalis yang berarti kesatuan dengan Allah Tritunggal dan kedua komunio horisontalis yakni hubungan serasi saling melayani sesama dan yang ketiga adalah komunio andante yakni relasi dengan lingkungan hidup di sekitar bukan hanya dengan tetumbuhan tetapi dengan agama-agama lain” tandas Dosen Pengasuh Mata kuliah Fisafat Islam di Fakultas Filsafat, Unwira Kupang.
P. Filip Tule juga menyampaikan tentang gereja yang selaras zaman yakni gereja yang menyesuaikan cara memimpin umat, cara hidup dan cara melayani umat. Gereja selaras zaman berarti gereja yang selaras kata dan perbuatan yakni hidup dan melayani dengan rendah hati “ Live With Humility”. Gereja harus melayani dengan rendah hati seperti Yesus Kristus. Selain itu juga adannya pedagogi yang ditawarkan yakni bukan lagi Option For the Poor tetapi penyadaran bagi mereka yang kaya untuk berbagi kasih dengan yang miskin, bukan lagi teologi pembebasan tetapi penyadaran bagi para penguasa untuk tidak menindas orang-orang lemah.
Setelah sambutan ditutup, pembawa acara mempersilahkan Moderator dan tiga pembedah buku untuk mengambil tempat di depan yang telah disediakan. Rm. Anton Kapitan, S.Fil selaku moderator memberi keluasan kepada ketiga pembedah masing-masing alokasi waktu 12-15 menit untuk membahas buku yang telah mereka baca.

Pembedah pertama Bapa Dominggus Elcid Li menyampaikan permohonan maaf kepada para peserta yang hadir dalama acara bedah buku bahwa buku yang berjudul “ Gereja selaras zaman” tidak dibaca sampai selesai. Namun ada beberapa koreksi yang disampaikan terkait buku “Gereja Berkomunio” sebuah kajian biografis Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang. Bagi Bapa Elcid, untuk menulis biografi, dibutuhkan tiga hal; yang pertama waktu untuk mengumpulkan bahan, kedua narasumber sumber wawancara dan ketiga ruang untuk gerak dalam mencari sumber-sumber. Bagi Bapa Elcid, perlu dibutuhkan informasi dari keluarga bagaimana formasi yang diajalankan oleh Bapa Uskup sehingga membentuk kepribadian Bapa Uskup sampai saat ini.
Hal lain yang diutarakan oleh Bapa Elcid adalah tidak dibahasnya posisi Uskup Petrus Turang terkait kasus Timor Leste mulai dari refedendum hingga perang saudara pada 1999 tepat dua tahun setelah menjadi Uskup Agung Kupang. Baginya sudah ada jejak untuk membentuk Timor Leste sejak 1975, Peristiwa Santa Cruz 1991 dan referendum 1999, paling kurang ada pendapat Bapa Uskup terkait tragedi kemanusiaan itu.
Bapa Elcid juga mempertanyakan durasi waktu Bapa Uskup belajar Sosiologi di Roma, baginya hanya butuh dua tahun untuk studi sosiologi lalu dua tahun bapa Uskup belajar apa? Selain itu Bapa Elcid juga bertanya terkait pendapat orang-orang PSE tentang kemiskinan di NTT, sebab KWI mengutus Uskup Petrus Turang di NTT yang merupakan “Afrika-nya Indonesia” yang penuh dengan kekeringan, stunting dan penjualan manusia.

Bapa Elcid juga meminta agar pendapat Bapa Uskup Petrus Turang tentang ekonomi di Keuskupan Agung Kupang perlu untuk dibukukan dan dibagikan kepada semua orang. Baginya bukan soal sedekah tetapi soal berbagi, bukan soal karya karitatif tetapi soal sharing of life.
Selanjutnya pembedah kedua Bapa Paul Bataona, S.Fil ia tidak menggugat dan mengkritik isi tulisan seperti dalam konsep Derida namun ia berusaha untuk menemukan kekuatan dalam kedua buku ini. Baginya gereja selaras zaman adalah gereja yang masuk dalam babak baru semangat Aggiornamento dan terbuka kepada dunia.
Bapa Paul Bataona menemukan keunggulan-keunggulan dalam buku ini terutama dari judul yang menarik dan scientific yang merupakan karya para pastor dan para dosen. Selain itu, penggunaan bahasa Indonesia yang digunakan baginya bahasa dalam kedua buku ini sudah sesuai dengan Ejaan yang disempurnakan dengan pola dan kaidah bahasa yang berlaku sehingga membuat pembaca tidak bosan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *