Yoan Frans: Menggapai Militansi Iman Katolik

Asal Tulis
Kami berjumpa di Emaus, Atambua. Sama-sama ikut kegiatan Diklat Fasilitator Kitab Suci Regio Nusra. Dia salah satu utusan dari Keuskupan Agung Ende. Namanya Yoan Maria Frans. Dalam pertemuan dia dikenal sebagai sosok yang murah senyum, gampang ketawa, komunikatif, lembut, rada manja, dan terakhir tukang mabuk dalam perjalanan jauh.
Dalam perbincangan, ternyata ketahuan kalau dia bukan asli orang Ende. Logat Ende sangat kental. Tapi ternyata dia anak Jakarta. Kelahiran Jakarta, dibesarkan dan sekolah di sana. Setamat sekolah menengah atas, dia menikah dengan suaminya yang orang Ende, Plasidus Yimbrianus Lape. Mereka menikah di Paroki Tarus, Kupang tahun 2008. Lalu menetap di Ende hingga sekarang.
Dia berasal dari keluarga Protestan. Bapaknya orang Kisar. Mamanya dari Luang Ambon Bandung. Maka dia blasteran Kisar-Bandung. Tidak heran kalau berhidung mancung. Berkulit terang. Berotak cerdas. Sejak kecil dididik dalam semangat gereja Protestan yang kental. Keluarganya sangat memperhatikan kehidupan rohani. Alkitab jadi bacaan wajib. Doa jadi bagian hakiki. Ke gereja setiap Minggu adalah niscaya.
Menikah dengan suami orang Katolik membawa dia kepada iman Katolik. Semula dia berharap suaminya bisa menuntun dalam hal iman Katolik. Ternyata tidak. Suaminya malah abai terhadap kehidupan iman. Dia memberontak. Protes. Tapi suami tak berubah. Hidup iman suaminya begitu-begitu saja. Mereka bertengkar. Setelah melahirkan putri semata wayang bernama Maria Esperansa Amor Wua, dia ke Jakarta. Kembali ke orangtua sejenak.
Dalam situasi itu, dia merenung. Kalau dia tidak mendalami iman Katolik dia akan hancur. Dia tentu tidak ingin seperti itu. Maka dia putuskan kuliah di STIPAR Ende. Dia kembali ke Ende dan kuliah sampai selesai jenjang S1. Sarjana Pendidikan Agama Katolik. Semasa kuliah itulah dia mulai mendalami iman Katolik. Sampai pada tingkat menjadi katolik sejati. Dia aktif dalam kehidupan menggereja. Aktif dalam kegiatan pastoral di paroki. Aktif pula dalam pendampingan ODGJ bersama Pater Aven SVD.
Setelah tamat kuliah dia mengajar di sekolah. Guru Agama Katolik di SDK St Herman Yosef Paupire sampai sekarang, mengasuh mata pelajaran Agama Katolik dan Budi Pekerti. Selain itu dia juga diangkat menjadi penyuluh di Kementerian Agama. Maka selain mengajar di sekolah, dia juga aktif dalam kegiatan pastoral di Paroki St. Yosef Onekore. Salah satu aktivitas yang digandrungi sejak masih kuliah adalah kunjungan mingguan ke Panti Asuhan Naungan Kasih yang dikelola para suster CIJ, maupun panti asuhan anak cacat yang dikelola suster ALMA. Dia memiliki perhatian besar kepada anak-anak panti asuhan. Hal ini telah terbentuk sejak kecil dalam keluarganya, yaitu kebiasaan mengunjungi panti asuhan, rumah sakit, anak jalanan dll. Kepedulian sosial kepada kaum tersisih telah tertanam dalam pribadinya sejak kecil dan terbawa hingga dewasa.
Setiap minggu sehabis misa dia berkunjung ke panti asuhan dan mengadakan kegiatan dengan mereka. Baca kitab suci, sharing, berdoa, bernyanyi dll. Ada sukacita kala melihat anak-anak itu tersenyum cerah tertawa gembira dalam kegiatan. Intinya dia bisa memberi perhatian dan kasih tulus kepada mereka, walaupun bukan materi yang diberikan. Aspek rohanilah yang dibagikannya untuk mereka. Karena terbentur dengan waktu yang terbatas sementara kegiatannya di sekolah dan penyuluh begitu banyak, maka sementara waktu dia tidak lagi rutin aktif di kelompok ODGJ dan panti asuhan ALMA.
Tantangan terbesar dalam pelayanan pastoralnya adalah menghidupkan KUB dan Lingkungan yang mandeg. Sebagai orang dari lingkungan Protestan, dia heran dan sekaligus prihatin atas kenyataan melempemnya semangat hidup katolik pada anggota KUB dan Lingkungan di mana dia berdomisili. Tak ada doa mingguan. Tak ada katelese. Bahkan di saat bulan Mei dan Oktober, doa rosario bersama nyaris tidak berjalan. Orang begitu apatis terhadap hidup rohani. Begitu pula masalah perkawinan yang terhambat adat dll. Masalah keroposnya kerohanian dan sebagainya itu membuat dia tertantang untuk melakukan sesuatu. Mesti hidup. Mesti bergerak. Walaupun ada kesulitan, dia mulai bergerak dengan beberap orang tua.
Dengan bekal pengetahuan iman Katolik dari bangku kuliah, dia tak kenal lelah mengajak umat seluruhnya untuk aktif dalam kehidupan menggereja. Perlahan tapi pasti gerakannya bertumbuh. Sekami hidup. OMK hidup. Orang dewasa hidup. Dia mula-mula terpilih menjadi ketua KUB. Maka KUB kembali hidup dan sangat aktif dalam kegiatan rohani. Sesudah itu dia terpilih menjadi wakil ketua Lingkungan. Posisi ketua KUB digantikan oleh suaminya, yang kini mulai aktif juga dalam kegiatan rohani. Singkat cerita, perjuangannya membangun dan menghidupkan KUB dan Lingkungan dengan berdarah-darah itu akhirnya membuahkan hasil. Kini semua kegiatan rohani berjalan baik di KUB dan Lingkungan tempat domisilinya.
Luar biasa. Seorang perempuan dari Jakarta dengan layar belakang agama (Gereja) Protestan, menjadi katolik yang militan, dan menggarami umat Katolik di Ende. Ini hanya mungkin karena karya Tuhan. Dia cuma sarana. Dengan rendah hati diakuinya bahwa Tuhanlah yang mengerjakan semuanya melalui dirinya. Tiada yang mustahil bagi orang yang mengandalkan Tuhan.
Antara lain karena kiprahnya ini, Rm. Yonnas memilih dia menjadi utusan dari Keuskupan Agung Ende untuk mengikuti Diklat Fasilitator Kitab Suci Regio Nusra di Atambua.
Kisah hidupnya ini menjadi inspirasi bagi para fasilitator dan pegiat kerasulan kitab suci maupun pelayan pastoral awam dalam karya pelayanan di paroki. Ketika Diklat berbicara mengenai fasilitator yang handal, terampil dan kreatif, Yoan sesungguhnya telah menghidupinya. Diklat ini menjadi penguatan baginya untuk semakin melayani Tuhan dan Gereja dengan hati penuh cinta. Itu ko tidak.