Catatan Natal Dari Lapok (3)

0 114

Misa Natal di Lapok

Natal 25 Desember 2023. Pastoran Paroki Lapok sunyi sepi di pagi hari. Saya terbangun pukul 05.00. Merry Christmas for me. Saya bangun, menuju dapur. Menyapu dapur dan pendopo ruang tamu. Lalu masak untuk sarapan. Ayam-ayam peliharaan Father Joseph mulai berkumpul di depan pendopo. Saya ambil makanan ayam dan memberi mereka makan. Mereka juga butuh makanan sebagaimana saya, manusia. Tapi manusia bukan saja butuh makanan jasmani. Sebagai makhluk rohani pula, manusia juga butuh makanan rohani. Bagi orang katolik, sumber utama makanan rohani adalah misa kudus yang memiliki dua meja, yaitu meja sabda dan meja ekaristi. Santapan firman dan santapan Tubuh dan Darah Kristus. Selesai masak. Mandi dulu.

Pukul 06.00, ibadat pagi, lalu sarapan. Kopi ginseng tetap menjadi minuman andalan di pagi hari. Masih banyak waktu untuk persiapan misa. Maka sekali lagi latihan teks misa bahasa Iban dan bacaan Injil. Bahasa Iban makin menarik perhatian. Salah satu kekhasan yang dicermati adalah bentuk kata kerja biasa maupun imperatif tertentu dengan partikel -ka yang sepadan dengan -lah dalam bahasa Indonesia. Misalnya kasihanilah kami, dalam bahasa Iban kasihka kami. Turunkanlah, turunka. Kuduskanlah, kuduska. Menyerahkan, nyerahka. Memecahkan, mechahka. Mengangkat, ngangkatka. Dll.

Pukul 08.00, misa dimulai. Ternyata kali ini, misa tanpa ajuda, tanpa ukup. Para ajuda rupanya semalam begadang merayakan malam natal dengan pesta kembang api dan tuak beras. Pagi ini mereka tidak kelihatan karena masih tidur. Tak ada rotan, akarpun jadi. Uncle Paulus menjadi ajuda tunggal.

Dalam kotbah saya mengajak umat merefleksikan natal sebagai pesta solidaritas, kasih, damai dan kerendahan hati. Dasarnya adalah Firman telah menjadi manusia. Dia yang semula di surga, rela turun ke dunia untuk mengalami kemanusiaan yang rapuh dan dengan cara itu, menyelamatkan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Allah peduli, solider, mengasihi, mendamaikan dan merendahkan Diri-Nya. Maka kita juga belajar untuk solider, mengasihi, hidup dalam damai dan rendah hati satu sama lain.

Usai misa saya masih sempat berfoto ria dengan sebagian umat yang ingin berjumpa dan mohon berkat. Termasuk pekerja migran asal NTT yang hadir. Seorang ibu menarik saya dan mengalungkan kalung manik-manik. Saya mengucap terima kasih dan memberkatinya. Para saudara dari NTT meminta foto bersama. Sekejap saja alias sebentar saja, karena saya harus lanjut ke Bakong untuk misa lagi di sana. Uncle Paulus sudah menunggu dengan mobilnya.

Misa Natal di Bakong

 

Uncle Paulus mencoba ngebut karena agak terlambat bergerak menuju Bakong. Dia meminta maaf karena mobilnya tak ada penyejuk. AC macet. Tapi saya katakan, tidak apa-apa. Saya sudah biasa pakai mobil tanpa AC. Katana selalu tanpa AC. Hanya andalkan angin alamiah. Kami tiba pukul 10.05. Segera siap-siap.

Misa kali ini pun meriah. Tetap ada tarian pembuka, tarian persembahan dan ajuda lengkap. Sayangnya saya tidak bisa nyanyi, hanya daraskan saja bagian imam. Tak apalah. Yang penting seluruh umat ikut bernyanyi dengan penuh semangat. Senang rasanya melihat mereka semua bernyanyi. Partisipasi aktif dan sadar dalam hal nyanyian liturgi sungguh berjalan. Memang, ada lagi tertentu yang kurang liturgis karena diambil dari pop rohani. Tetapi secara umum patut diapresiasi keterlibatan umat dalam bernyanyi.

Saya pimpin misa dalam bahasa Iban sebagaimana biasa. Kotbah dalam bahasa Indonesia. Hal yang sama saya ungkapkan lagi di Bakong. Allahuakbar menjadi Allahuakrab. Firman menjadi manusia. Tanda solidaritas, kasih, pendamaian dan kerendahan hati. Pesan natal ini kiranya menjiwai umat untuk belajar dari misteri inkarnasi ini. Tuhan yang menjadi manusia mengilhami umat untuk solider, hidup dalam kasih persaudaraan, hidup damai dengan semua orang dan selalu rendah hati.

Gereja ternyata penuh juga siang ini. Biasanya misa siang agak berkurang karena yang sudah misa malam Natal dan berpesta sampai larut malam, umumnya tidak ikut misa lagi tanggal 25. Sebagaimana halnya di Lapok, demikian juga di Bakong, ternyata gereja penuh sampai di teras depan. Para pekerja migran asal NTT pun banyak yang hadir. Ini menjadi kesempatan untuk bertemu dan bercengkerama sejenak dengan mereka. Tapi tidak bisa berlama-lama karena selalu ada umat yang datang minta berkat dan ambil gambar.

Terkait permohonan berkat, rerata intensinya adalah mohon penyembuhan atas sakit yang diderita. Saya selalu tanya, apakah sudah ke dokter? Jawabannya sudah ke dokter tapi hasil pemeriksaan dokter menyatakan bahwa tidak ada penyakit. Saya doakan mereka dan mengajak mereka untuk bertekun dalam doa. Banyak berdoa. Kalau bisa, doa rosario tiap hari. Juga doa koronka. Ditambah doa Bapa Kami 70 kali setiap hari. Intinya adalah berdoa dengan penuh iman. Selebihnya Tuhan akan mengatur dengan cara-Nya.

Umat telah menyiapkan makan siang di pastoran. Sesudah berkat dan ambil gambar dengan sebagian umat, kami makan bersama. Katekis dan pengurus gereja mengatur perjamuan ini. Menunya beragam, sebagaimana hajatan untuk pesta Natal. Saya makan secukupnya saja, mengingat akan singgah di beberapa rumah saat kembali ke Lapok nanti. Harus siap “ruang” dalam perut untuk diisi dari rumah ke rumah.

(Bersambung)

 

RD Sipri Senda

Diselesaikan di ruang tunggu Q13, bandara KL

Comments
Loading...

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More